Kenapa Koruptor Tidak Dieksekusi Mati Saja?


IRIB World Service - Mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat M Nazaruddin kembali berbicara di media dalam wawancaranya dengan Metro TV, Selasa (19/7/2011) petang. Kompas menyebutkan, Nazaruddin, dalam sejumlah pernyataannya, menunjukkan bahwa ia masih berada di luar negeri. Ia mengajukan sejumlah syarat untuk kembali ke Tanah Air. Salah satunya, jika ada bukti yang menunjukkan bahwa ia menerima aliran dana "haram".

"Kalau ada bukti bahwa ada aliran uang ke saya, saya akan kembali ke Indonesia," kata Nazaruddin dalam wawancara tersebut.

Hal lainnya, seperti pernah diungkapkan kepada sejumlah media, Nazaruddin kembali menguak adanya permainan dalam sejumlah proyek di pemerintahan oleh para elite Demokrat. Ia banyak mengungkap aliran uang kepada Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Dikatakannya bahwa puluhan miliar digelontorkan untuk pemenangan Anas.

Anggota Komisi VII DPR itu menjelaskan, "Dari proyek Ambalat, untuk pemenangan Anas Rp 50 miliar. Dibawa dengan mobil boks yang dibawa Ibu Yuliani. Dan, Ibu Yuliani sekarang dilindungi Anas".

Selain itu, kata Nazaruddin, ada pula uang sebesar Rp 35 miliar yang digunakan untuk pemenangan Anas. Menurutnya, semua pihak tahu uang tersebut berasal dari proyek mana, dari siapa saja yang mengambilnya.

Terakhir, Nazar juga membeberkan proyek di stadion Ambalang senilai Rp 1,2 triliun. Saat itu, proyek dimenangkan oleh PT Adhi Karya dengan cara yang tak wajar. Lalu, Anas kecipratan dari proyek tersebut senilai Rp 50 miliar untuk kepentingan kongres.

Nazaruddin mengaku sebelumnya telah mendapat jaminan dari Anas jika seandainya terjadi sesuatu dalam kasus ini. Anas mengusulkan kepadanya untuk pergi ke Singapura jika kasus terbongkar, dan kembali ke Indonesia setelah terbentuknya pemerintahan baru. Anas mengimbaunya untuk bersabar.

Pernyataan Nazaruddin dalam wawancaranya dengan Metro TV tak ayal mengundang reaksi dari pihak Anas yang menjadi bulan-bulanan tuduhan buronan KPK itu. Menurut laporan Detik, Nazaruddin kembali menyatakan bahwa kepergiannya ke Singapura karena perintah dari Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum. Namun hal itu dibantah oleh Wasekjen PD Saan Mustofa.

Ketika dihubungi wartawan Selasa (19/7/2011), Saan mengatakan, "Itu tidak benar. kan semua dia sebut. Kalau memang dia yakin dengan pernyataan atau data-data terkait semua itu, sekali lagi lebih baik dia sampaikan pada KPK, jadi tidak usah tuding sana sini tanpa data yang jelas."

Menurut Saan, Nazaruddin memang pernah bertemu dengan dirinya dan Anas Urbaningrum ketika kasus suap Sesmenpora terkuak. Pertemuan tersebut menurut Saan terjadi di kantor DPP Demokrat, atas permintaan Nazaruddin.

Dijelaskan Saan bahwa Nazaruddin datang ke DPP dan Anas memang memberikan saran. Namun saran Anas kepada Nazaruddin saat itu bukan untuk kabur ke Singapura, melainkan untuk sabar, banyak doa, banyak istigfar, dan banyak beribadah.

Saan menepis tuduhan dari Nazaruddin bahwa Anas menyuruh Nazaruddin pergi ke Singapura yang menurutnya sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

Sejak meninggalkan Tanah Air pada 23 Mei 2011, Nazaruddin kerap memberikan kejutan melalui pernyataan-pernyataannya yang diungkapkan melalui pesan BlackBerry Messenger kepada sejumlah wartawan. Kini, ia telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games. Statusnya sebagai kader Demokrat juga telah resmi lepas setelah ia mendapatkan peringatan ketiga dan dipecat dari partai bentukan Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.

Rosalinda Akhirnya Duduk di Kursi Pesakitan
Salah satu terdakwa kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang, Mindo Rosalina Manulang dijadwalkan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, hari ini (Rabu, 20/7). Pada persidangan tersebut Rosa akan mendengarkan dakwaan terhadapnya. Demikian dilaporkan Kompas.

Rosa, Direktur Pemasaran PT Anak Negeri, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet bersama dengan mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam, Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah, Mohamad El Idris. Ketiganya tertangkap tangan sesaat setelah diduga bertransaksi suap dengan bukti cek Rp 3,2 miliar.

Berdasarkan laporan terbaru dari DetikCom, dalam sidang yang dipimpin oleh Suwedya di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan itu, Rosa terlihat gugup.

Rosa yang memakai baju serba hitam dibalut syal motif kotak-kotak terus diam selama dicecar wartawan. Raut wajah Rosa pun terlihat murung. Saat ditanya identitasnya oleh hakim, suara Rosa terlihat bergetar. Hakim Suwedya pun meminta supaya Rosa lebih rileks.

Suwedya kemudian meminta supaya juru foto yang hendak mengambil gambar Rosa untuk tidak memakai lampu kilat.

Mungkin Sudah Saatnya untuk Hukuman Mati
Kompas juga menurunkan berita internasional menarik, yaitu tentang eksekusi dua pejabat Cina yang terbukti terlibat praktik korupsi. Cina mengeksekusi mati dua mantan wakil wali kota, kemarin (Selasa, 19/7), karena menerima uang suap dalam jumlah jutaan dollar AS. Demikian dilaporkan Xinhua. Kedua mantan pejabat itu adalah Xu Maiyong dan Jiang Renjie, sebelumnya bertugas di kota-kota yang makmur di pantai timur Cina yang sedang berkembang pesat.

Xu, 52 tahun, adalah mantan wakil wali kota Hangzhou dan dijatuhi hukuman mati pada Mei lalu. Ia dilaporkan menerima uang suap senilai 198 juta yuan atau sekitar Rp 261 miliar dan melakukan penggelapan serta penyalahgunaan kekuasaan. Adapun Jiang, 62 tahun, adalah mantan wakil wali kota Suzhou. Ia dijatuhi hukuman mati tahun 2008 karena menerima suap lebih dari 108 juta yuan atau Rp 142,8 miliar.

Cina memang menjadi salah satu negara yang paling tegas di dunia dalam menindak para pejabatnya yang korup. Setiap pejabat yang akan melakukan korupsi, harus menyadari terlebih dahulu bahwa ancaman vonis jika mereka terbukti bersalah adalah hukuman mati. Banyak sekali kasus korupsi yang terkuak di Cina yang berakhir dengan eksekusi para pihak yang terlibat. Pemerintah Cina juga tidak tebang pilih atau pandang bulu dalam menegakkan hukum ini. Siapa pun yang terbukti korupsi, harus dieksekusi.

Jika dibandingkan dengan jumlah dana yang dikorupsi oleh para pejabat dan oknum-oknum di Indonesia, angka yang dikantongi oleh para koruptor Cina itu relatif kecil. Terlepas dari besar dan kecilnya, korupsi tetap merupakan pengkhianatan terhadap bangsa dan untuk mencegah pengkhianatan itu terjadi, diperlukan hukuman yang berat sehingga membuat para pejabat berpikir ulang untuk menggelapkan uang negara.

Meski hukuman korupsi berat di Cina, namun tetap saja ada pejabat yang nekad melakukannya. Namun yang perlu digarisbawahi adalah ketegasan pemerintah dalam menerapkan hukuman tersebut. Dengan demikian, otomatis rakyat pun puas atas kinerja pemerintah bahwa kepentingan rakyat diperhatikan.

Apakah sudah saatnya Indonesia mengadopsi kebijakan Cina dengan menetapkan hukuman berat bagi para koruptor, sehingga negara dan rakyat tidak lagi menjadi bulan-bulanan aksi haram para pejabat? Bagaimana menurut Anda?
(IRIB/MZ/Kompas/DetikCom)

Posting Komentar

0 Komentar