Majalah Gatra edisi khusus ‘the blue’, meledak pada akhir bulan Juni 2011 ini. Cover depan majalah yang menonjolkan ekspresi Angelina Sondakh itu, mendadak harganya melambung tinggi sampai Rp 100.000,00 dari harga normal Rp 25.500,00/eksemplar.
Karena ada seorang taipan diutus memborong, kini Gatra bertopik Pusaran Korupsi Menjerat Partai Demokrat (PD), sulit dicari. “Kemarin, ada seorang etnis China datang ke sini, menanyakan majalah Gatra dan memborong semua. Tanpa tersisa satu eksemplarpun,” tandas Muji, pedagang media cetak kawakan di bursa koran Jl Pahlawan Surabaya.
Gatra edisi khusus ‘the blue’ itu, sejak medio Juni 2011 menyajikan berturut-turut laporan utama tentang pergolakan politik dan korupsi PD. Namun, cover berwajah Angelina Sondakh inilah yang mencapai puncak ledakan, dan majalahnya tidak mudah ditemui.
“Saya menjual Gatra antara 50-100 eksemplar. Karena kemarin, ada pemborong khusus, hal ini mendorong kami untuk memanfaatkan situasi permintaan,” lontar Atim yang masih menjual beberapa eksemplar.
Materi Gatra akhir minggu Juni 2011 itu memang menyajikan lika-liku korupsi yang melilit Petinggi PD, dan menyeret nama-nama pembesar PD. Mulai Ketum PD Anas Urbaningrum sampai soal pemecatan Bendahara Umum (Bendum), Nazaruddin.
Bendum PD itu tak mau jadi korban sendirian, maka larilah dia dan sembunyi di Singapura. Seperti minggatnya Eddy Tansil dari rumah tahanan ke daratan China, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana perindustrian kimia senilai Rp 1,3 Trilyun.
Sedangkan PD masuk ke dalam pusaran arus korupsi itu, ketika proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang meledak, dan melibatkan para politisi dari partai yang didirikan Presiden SBY.
SBY selaku Pembina PD sempat marah besar, dan memecat Nazaruddin dari jabatan Bendum DPP PD, yang sehari kemudian akan dipanggil KPK. Ia sebut nama-nama besar pengurus pusat PD dari Singapura. “Saya tak mau didholimi, dan tak mau jadi korban sendirian,” tandas Nazaruddin yang beberapa perusahaannya mendapat proyek Wisma Atlet itu.
Gatra tidak hanya memerinci keterlibatan Ketum dan Bendumnya PD, Andi Malarangeng Menpora maupun Angelina Sondakh Anggota DPR-RI yang juga anggota Badan Anggaran ini, ikut terseret. Khusus keterkaitan Anas Urbaningrum dan Nazaruddin dibuka koneksitasnya oleh Gatra secara konkrit di halaman 20-21 edisi No. 33 Tahun XVII, akhir Juni 2011.
Dalam hal tersebut, koneksitas Ketum dan Bendum PD, dimulai awal Maret 2007. Hubungan simbiosis mutualisme ini berubah menjadi parasitisme, ketika proyek-proyek ‘hitam’ diterjang dan diterkam melalui jalur ‘kekuasaan’ sebagai orang partai dan anggota DPR-RI.
Awal Maret 2007 itulah, juga bermulanya ‘kongsi hitam’ berjalan. Dengan ditandai jual-beli saham PT Anugrah Nusantara yang bergerak di bidang Umum, Kontraktor dan Supplier, Anas Urbaningrum mendapat 30 persen saham dari Nazar.
Perusahaan milik Muhammad Nazaruddin, yang berbasis di Pekanbaru Riau ini, mempunyai kantor cabang di kawasan Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan.
Dari hubungan bisnis dan politik ini, mengalirlah sebagian dana hasil ‘kongkalikong’ ke Kas Partai Demokrat. Nazaruddin terakhir mengaku kepada media, setor sedikitnya Rp 13 Milyar. Ia diposisikan pula sebagai ‘mesin uang’ oleh PD.
Anas pun membakukan dengan memberi jabatan Bendum DPP PD kepada Nazar melalui Kongres PD Mei 2010 di Bandung. Tapi sang ketum ini pun tak luput terkena getah buruknya. Anas tidak percaya lagi, dengan bergulirnya isu Kongres Luar Biasa (KLB), agar posisi Anas terdongkel dari Ketum PD. Namun, untuk sementara ini, nampaknya SBY belum berkenan. (jbc5/jbc1)
[Sumber: Jurnal Berita.Com]
0 Komentar