Dasar Budaya Negara Federal



Bagi yang menyetujui bentuk negara federasi di Indonesia, biasanya mereka memberikan contoh praktik negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia. Mereka bisa dan sukses, mengapa kita tidak?

Saya bukan orang tata negara, tetapi sedikit tahu apa yang dimaksudkan dengan bentuk negara federal. Memang masih merupakan negara kesatuan, tetapi tiap daerah diberi wewenang penuh mengatur negara bagiannya sendiri. Pemerintah pusat atau pemerintah federal hanya mengurusi hal-hal yang menyangkut kepentingan nasional. 

Negara-negara maju yang sukses dengan bentuk negara federal, harus dilihat secara kontekstual dan bukan universal. Bagaimanapun, tatanan pemerintahan itu menyangkut manusia-manusia di suatu tempat dan suatu waktu tertentu. Manusia-manusia itu memiliki historisitasnya sendiri yang berbeda dengan manusia-manusia di tempat lain. Sukses Amerika, Kanada dan Australia, lebih banyak ditentukan oleh komposisi penduduknya yang memang heterogen secara merata. Komposisi penduduk negara bagian Oregon sama dengan komposisi penduduk negara Illinois, komposisi penduduk North Territory sama dengan komposisi penduduk Western Territory. Tidak ada dominasi ras, budaya, etnik tertentu di hampir seluruh negara bagian. 

Komposisi yang demikian itu sama saja dengan membagi Kota Jakarta menjadi Jakarta Barat, Jakarta Timur dsb. Pembagian wilayah dengan pemerintahan walikota yang "otonom" dasarnya hanyalah pembagian wilayah belaka. Coba kalau wilayah Jakarta Timur didominasi oleh warga bersuku Betawi, Jakarta Barat bersuku Jawa, Jakarta Selatan bersuku Sunda, maka ceritanya akan lain. Makna kesatuan Jakarta dalam komposisi penduduk semacam itu tentu akan mendatangkan banyak kesulitan kepada Gubernur Jakarta. Peraturan Gubernur yang sangat baik dijalankan di Jakarta Barat, belum tentu menghasilkan akibat yang sama di Jakarta Timur. Akhirnya walikota-walikota Jakarta menuntut bentuk federal untuk Jakarta. 

Bentuk negara federal bukanlah bernilai universal. Yang sukses di Amerika belum tentu sukses di Indonesia, kalau negara kesatuan tetap akan dipertahankan. Bentuk negara federal di Indonesia adalah jembatan ke arah perpecahan. Mengapa demikian? Negara kesatuan Indonesia sekarang ini berdasarkan pembagian provinsi dan provinsi itu dibentuk berdasarkan latar belakang kebudayaan penduduk wilayahnya.

Kebudayaan penduduk suatu wilayah di Indonesia ini telah berumur amat panjang, bahkan ketika nenek moyang bangsa Indonesia mulai menetap di kepulauan ini. Daerah-daerah ini sepakat bersatu membentuk suatu negara kesatuan karena sejarah kolonial yang sama. Jadi dasarnya adalah politik. Dasar kebudayaan baru kemudian dibentuk, yakni lewat kesatuan bahasa, tetapi dalam segi-segi budaya yang lain, tiap daerah tetap hidup dalam kebudayaan sukunya, sedangkan dalam bahasa pun, sebagian besar penduduk belum sepenuhnya menguasai bahasa nasional. 

Pembentukan negara federal berdasarkan kesatuan etnik-daerah ini, sama saja dengan meniupkan kebangkitan kembali semangat etnik yang didukung penuh oleh kebudayaannya. Tidak mengherankan apabila akan terjadi eksodus besar-besaran warga etnik lain di suatu negara bagian etnis ini dan mereka yang eksodus terpaksa harus kembali mengelompok dengan sukunya sendiri.

Lantas ke mana etnik Tionghoa akan lari? Kemungkinan eksodus semacam ini boleh ditentang keras oleh para pejabat dan intelektual, tetapi rakyat kebanyakan mana tahu urusan perbedaan etnik ini? Naluri primordial akan bangkit dari tidurnya yang lama oleh semangat nasionalisme. Pokoknya daerah ini adalah daerah kami yang masih satu bahasa. Anda tidak sebahasa dan senenek moyang dengan kami, maka pulanglah ke warga bahasa dan nenek moyangmu.

Obsesi pembentukan negara federal sekarang ini adalah masalah ketidakadilan dalam pembagian rezeki daerah. Kekayaan daerah bukan demi kepentingan daerah tersebut, tetapi demi kepentingan nasional dan kepentingan nasional itu sebagian besar telah hampir habis dikorup oleh para pengelolanya. Marilah kita lihat, apakah daerah telah siap untuk mengelola sendiri negara bagiannya dan kekayaan daerahnya? Taruhlah tambang-tambang logam atau minyak yang berada di suatu daerah, apabila terbentuk negara federal, semua tenaga pengelola yang dahulu diatur oleh pusat, kini akan ditarik kembali. Siapkah tenaga-tenaga pengelola di daerah tersebut? Apabila siap juga, bagaimana menyalurkan penjualannya? Apakah harus dibangun dahulu pelabuhan-pelabuhan baru di daerah?

Pembentukan negara federal berarti daerah-daerah harus mulai dari nol lagi dalam bernegara. Sebagai bangsa besar saja, kita masih harus belajar bertata negara modern, apalagi dengan pembentukan negara bagian. Kita yang terbiasa diurus dari pusat, kini harus mengurus diri sendiri. Orang harus mengurus sendiri urusan komunikasi, urusan dagang, urusan pendidikan, urusan keamanan. Tiap kebudayaan tentu akan memiliki sistem pendidikannya sendiri yang khas. Begitu juga soal keamanan daerah. Akan ada polisi-polisi negara bagian, meskipun tentara mungkin tetap nasional.

Transformasi dari negara kesatuan ke negara federal tentu akan menyibukkan semua daerah dan masa transisi akan memerlukan waktu di samping biaya yang tidak sedikit. Bagaimana pemerintah federal akan mengatasi hal itu? Terbentuknya negara federal dengan mulus sekalipun, masih akan mendatangkan berbagai masalah bagi daerah-daerah tertentu. Ada negara-negara bagian yang kaya raya, ada negara bagian yang tetap miskin seumur-umur lantaran tak adanya sumber kekayaan daerah.

Ada negara bagian yang penduduknya berjubel, sumber kekayaannya minim, dan ada daerah yang penduduknya jarang dan mengandung sumber kekayaan alam yang kaya. Belum lagi kalau tiap negara bagian membuat perundangan negara bagian yang membatasi masuknya warga baru dari negara bagian lain. Maka zaman pra Majapahit akan hidup kembali dari kuburnya yang lama. Kita telah terbang mundur sekian ratus tahun ke belakang. Gagasan bentuk negara federal adalah reaksi atas ketidakberesan pemerintah pusat dan ketidakberesan itu bukan urusan sistem, tetapi urusan SDM. Mengapa kalau urusannya SDM, maka sistemnya mesti diganti? Apakah kalau sistem nanti telah berganti otomatis SDM juga berubah? 

Manusia korup itu ada di mana-mana dan di segala zaman. Kalau pemerintahan federal telah dibentuk, apakah ketidakberesan pengelolaan juga akan beres dengan manusia yang itu-itu juga? Apakah di negara-negara bagian yang kaya kelak tak akan terjadi penyelewengan? Siapa menjamin? Siapa pula yang akan dirugikan? Rakyat yang tak tahu ABC-nya bertata negara? Gagasan negara federal adalah gagasan para elit-intelektual yang masih demam gegap gempita kegembiraan kebebasan dan euforia kebebasan ini rupanya telah kebablasan. Telah di luar kendali.

Pembentukan negara federal seolah terjemahan dari kebebasan demokrasi yang mengisyaratkan kedewasaan dalam bernegara. Akan tetapi di antara 200 juta rakyat Indonesia ini, berapa banyak yang telah melek tata negara modern? Siapa peduli? Tanyakan kepada penduduk pedesaan atau penduduk perkampungan di kota-kota itu, mana yang akan mereka pilih: kesatuan atau federal? Apa jawab mereka? Yang penting bagi kami mah asal aman, harga terjangkau, tak ada lagi kenaikan harga dan tak ada lagi kerusuhan.

Kesatuan atau federal, ya mangga wae. Apakah kaum intelektual akan menjamin harapan rakyat ini? Siapa sebenarnya yang akan diuntungkan dengan terbentuknya negara federal? Berpikirlah dari bawah, dari kenyataan budaya kita yang kongkret ini. Jangan terlalu banyak membaca buku dan menyimak berita berbahasa Inggris. Bacalah rakyat. Kita hidup di bumi kontekstual bernama kepulauan Nusantara. Sejak dahulu kala selalu terjadi persaingan dan peperangan antar-pulau. Sejarah kepulauan ini adalah sejarah penaklukan-penaklukan. Apakah hal ini akan kita ulangi lagi? 


Jakob Sumardjo | Pikiran Rakyat | Fokus | 28 Nopember 1999




Posting Komentar

0 Komentar