Aku masih duduk bersila di atas sajadah yang nampak sudah mulai kusam itu sambil terus menatap kitab Al-Qur'an di pangkuanku. Kitab yang nampak tak kalah tuanya bila dibandingkan dengan sajadah peninggalan Ghafarallahu [1] ayah yang wafat 11 tahun lalu.
Keduanya memang warisan ayah yang masih selalu disimpan baik-baik oleh ibu di dalam sebuah kotak ukir Jepara miliknya, dan senantiasa diletakkan dalam almari kaca tua di mushala keluarga kami yang sangat sederhana.
Begitulah, setiap kali aku pulang kampung, kotak ukir tempat menyimpan sajadah dan Al-Qur'an tua ini selalu dibukakan ibu untukku. Sehingga sama seperti waktu-waktu lainnya, menjelang subuh ini pun aku shalat malam beralaskan sajadah ayah, lalu membaca beberapa surah Al-Qur'an seperti yang pernah diajarkan ayah sejak aku kecil dulu sampai menjelang dewasa.
Rasanya masih terngiang di telinga dan masih jelas dalam ingatan bagaimana suatu hari dulu, di atas sejadah ini, dan sambil memangku Al-Quran ini, ayah pernah menanggapi keluhanku dengan berkata ringan, "Jika engkau menginginkan Tuhan bicara padamu, maka bacalah Al-Qur'an."
Aku sedikit terperangah tanda tidak mengerti, namun ayah hanya tersenyum kecil, lalu kembali melanjutkan keasyikannya membaca Al-Qur'an yang ada di pangkuannya. Itu adalah saat-saat di mana biasanya ibu akan mengingatkan kami, "Ayahmu akan sangat berterima kasih bila kalian memberinya sedikit privasi untuk menyelesaikan bacaannya. Jadi, sebaiknya jangan diganggu dulu .."
Maka esoknya, selesai shalat isa berjamaah dengan ayah - dan saat ibu sudah bersiap-siap untuk meninggalkan kami sambil melipat telekung [2] nya setelah lebih dulu mencium tangan ayah - maka sambil mencium tangan ayah, aku pun buru-buru meminta ayah untuk menjelaskan nasehatnya kemarin.
Dengan santai ayah memperbaiki duduknya, menatapku lurus-lurus, lalu beliau - yang memang sejak kecil sudah belajar menghafal Al-Qur'an[3] - itu pun mulai nenanggapi sederet pertanyaanku dalam bentuk dialog imajiner yang masih tetap kuingat hingga hari ini.
Ayah bilang: "Jika engkau mau memperhatikan, sesungguhnya jawaban atas segala pertanyaanmu ada di sekelilingmu. Dan bila engkau dalam keraguan, Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah adalah tempatmu mencari jawaban yang benar. Perhatikanlah beberapa contoh kecil berikut ini:
"Diam-diam engkau mengeluh: "Mengapa aku harus mengalami semua ujian ini?"
Allah menjawab: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."(QS. Al-Ankabut[29]: 2-3).
Engkau juga masgul dan dengan penasaran bertanya: "Mengapa aku tak mendapatkan apa yang sesungguhnya sangat kuidam-idamkan?"
Allah menjawab: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah[2]: 216)
Engkau menangis, hampir putus asa, karena rasanya tak sanggup lagi menanggung beban hidupmu, lalu mengadu: "Kenapa ujian ini begitu berat, ya Tuhanku?"
Dan Allah menjawab: "Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah[2]: 286)
Engkaupun kemudian bertanya: "Bagaimana jika aku tak sanggup menanggung semua beban itu?"
Allah menjawab: "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran[3]: 139)
Engkau menjadi sangat penasaran lalu bertanya: "Harus bagaimana lagi aku menghadapi semua kesulitan hidupku?"
Allah memberi contoh: "Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka, sejumlah besar pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah. Allah menyukai orang-orang yang sabar." (Q:S Ali Imran[3]:146). "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'." (QS. Al-Baqarah[2]: 45)
Engkau bertambah penasaran dan bertanya: "Sesungguhnya, apa yang akan kudapatkan dari semua ini?"
Allah menjawab: "Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui. Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah[2]:62,103, 110)
Engkau bertanya lagi: Kepada siapa saja aku boleh berharap?
Allah menjawab: "Dan Allah lebih mengetahui (dari pada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi Penolong (bagimu). Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara." (QS. An-Nisaa[4]:45, 132)
Nah, saat beban hidupmu terasa seakan-akan tak tertanggungkan lagi dan diam-diam hatimu merintih: "Aku sudah tidak kuat lagi, ya, Tuhanku!"
Allah memperingatkan: "....... dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf[12]:87)
Sayang, percakapan kami terhenti karena gemerincing bunyi piring bersentuhan dengan sendok dan gelas dari ruang makan memaksa ayah pelan-pelan menutup kitab Al-Qur'annya sambil berkata, "Sebetulnya masih banyak yang ingin ayah beritahukan padamu. Tapi biarlah, malam ini kita cukupkan sampai di sini dulu. Ayo makan malam, ibumu pasti sudah menunggu kita di meja makan."
Suara gemerincing yang sama tiba-tiba saja membuyarkan lamunanku. Sepertinya ibu, isteri, dan kedua anakku pun sudah menunggu di meja makan untuk sahur bersama.
Aku mengerti sekarang mengapa dulu ayah mengatakan "Jika engkau menginginkan Tuhan bicara padamu, maka bacalah Al-Qur'an."
Terima kasih ayah, terima kasih bunda. Sungguh, kalian adalah panutan dan karunia Allah yang teramat istimewa bagi kami.
[Bandung, Mengenang Ayah, Medio Ramadhan 2010]
Keterangan:
[1] Sebutan almarhum - atau almarhumah - bagi yang sudah wafat tidak dianjurkan di dalam Islam. Sebab hal itu menyelisihi sifat Allah sebagai satu-satunya Yang Maha Mengetahui tentang segala sesuatu yang bersifat ghaib (lihat penjelasannya di sini).
[2] Telekung adalah nama lain dari "mukena" yang biasa digunakan di kampung kami, pulau Sumatera bagian timur.
[3] Konon semasa kecilnya dulu di tanah Langkat, Sumatera bagian timur, ayah belajar mengaji hingga khatam dari seorang Tuan Guru Naqsyabandiyah yang berasal dari Kampung Basilam.
0 Komentar