Seorang pemuda yang lama besekolah di luar negeri baru saja kembali ke kampung halaman. Setelah puas melepas rindu dengan segenap anggota keluarga, kemudian ia meminta orang tuanya untuk segera mencarikan seorang guru agama, atau siapa saja yang berani menerima tantangannya untuk menjawab 3 pertanyaan tentang Tuhan.
Meski berat hati, akhirnya orang tua pemuda itu terpaksa meminta kesediaan seorang santri yang jauh lebih muda dari anaknya untuk memenuhi tantangan itu.
Singkat cerita, maka pada waktu yang ditentukan, bertemulah dua orang muda ini di kediaman si pemuda sekolahan.
“Anda siapa? Tanya si pemuda menyelidik. "Yakinkah sanggup menjawab pertanyaan saya?”
"Saya hanya seorang hamba Allah dan dengan izin-Nya akan berusaha menjawab pertanyaan saudara.” Jawab sang santri khidmat.
“Anda yakin? Sebab Professor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.” katanya serius.
“Saya akan mencoba semampunya," jawab santri itu tetap khidmat.
"Okay, kalau begitu!" Si pemuda sekolahan memulai. “Saya punya 3 pertanyaan. Pertama: Jika memang Tuhan itu ada, harap tunjukkan wujudnya pada saya. Kedua: Apa yang sesungguhnya dimaksud dengan takdir? Ketiga: Jika syaitan diciptakan dari api, kenapa mereka dimasukkan ke dalam neraka yang juga terbuat dari api? Dengan demikian tentu saja api neraka tidak akan menyakitkan sebab mereka terbuat dari unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak berfikir sampai sejauh itu?"
Hening sejenak. Namun beberapa detik kemudian, tanpa diduga tiba-tiba saja sang santri menempeleng pipi si pemuda dengan keras. Alangkah terperanjat si pemuda sekolahan dan sambil menahan sakit ia pun bertanya gusar. “Kenapa anda marah kepada saya?”
Masih tetap khidmat, sang santri menjawab, “Demi Allah, saya tidak marah. Tamparan itu adalah jawaban saya untuk 3 pertanyaan saudara.” katanya tenang.
“Saya tidak mengerti, sungguh tidak mengerti!” kata pemuda itu penuh keheranan. Tapi segera disusul oleh sang santri dengan pertanyaan, “Bagaimana rasanya tamparan saya tadi?”
"Tentu saja sakit!” Jawab si pemuda kesal. Sang santri bertanya lagi ”Jadi, saudara percaya bahwa sakit itu ada?” Pemuda itu mengangguk mengiyakan. “Coba tolong tunjukkan pada saya wujud sakit itu” pinta sang santri.
"Tidak bisa!" jawab si pemuda cepat.
“Itu adalah jawaban untuk pertanyaan pertama. Kita dapat merasakan keberadaan Tuhan tanpa kuasa untuk melihat wujud-Nya.” Lalu ia bertanya lagi, “Apakah tadi malam saudara bermimpi hari ini akan mendapat tamparan di pipi?” “
Tidak!” jawab si pemuda.
“Apakah sebelum ini pernah terfikir oleh saudara bahwa tamparan hari ini datangnya dari saya?”
“Tidak!” jawab pemuda itu lagi.
“Itulah yang disebut Takdir. Jawaban untuk pertanyaan kedua. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi terhadap diri kita sendiri. Namun atas kehendak Tuhan segala sesuatu dapat terjadi pada diri kita dan orang lain tanpa sedikitpun kuasa kita atau orang lain untuk menolaknya.” jelas sang santri.
Lalu ia bertanya lagi, “Saudara tahu, terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar saudara tadi?”
“Tentu saja dari tulang, daging, dan kulit.” Jawab si pemuda.
“Pipi anda diperbuat dari apa?”
“Tulang, daging, dan kulit.“
“Bagaimana rasanya tamparan saya tadi?”
“Bukankah sudah saya jawab, Sakit!”
“Itu menjawab pertanyaan saudara yang ketiga. Artinya, walaupun syaitan terbuat dari api dan neraka juga terbuat dari api, namun jika Tuhan berkehendak maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan bagi syaitan. Percayalah!” Jelas sang santri sambil tersenyum - masih tetap khidmat.
Bandung, Medio Juni 2010 [Sepotong Renungan Cerdas]
0 Komentar