Sembilanbelas

Hari masih pagi. Seorang pria setengah baya dengan pancaran wajah ceria nampak gembira melompat-lompat di atas sebuah lobang selokan yang tertutup di tepi trotoar jalan dalam kota yang mulai ramai dilewati orang yang lalu lalang dengan urusannya masing-masing. "Sudah sembilanbelas, ... sudah sembilanbelas, ... sudah sembilanbelas!" serunya berulang-ulang seperti menirukan irama sebuah lagu.

Sebagian besar orang yang lewat di sana nampak tidak begitu perduli, namun ada juga satu dua orang yang penasaran. Seperti seorang pemuda yang kemudian datang mendekatinya dan bertanya; "Apanya yang sembilan belas?'

Si pria mengentikan aksi lompat-lompatnya lalu menatap serius pemuda ini. "Anak muda," katanya, "jika benar-benar ingin tahu, lihatlah sendiri ke mari." katanya sambil berjongkok membuka tutup lobang selokan tempat tadi dia berdiri dan melompat-lompat.

Penasaran, si pemuda pun datang mendekat, ikut berjongkok, dan melongokkan kepalanya ke dalam lobang selokan yang ditunjukkan padanya. Tapi di saat yang sama, pria setengah baya tadi langsung menendang bokong sang pemuda sehingga tanpa halangan langsung terperosok ke dalam lobang selokan yang secepat kilat segera ditutupnya kembali rapat-rapat seperti sediakala.

Setelah menepuk-nepuk kedua tangan membersihkan sedikit kotoran yang melekat di sana, pria ini pun kembali melanjutkan tingkahnya tadi, melompat-lompat di atas lobang selokan yang sudah terutup rapat itu sambil berceloteh riang; "Sudah duapuluh, .... sudah duapuluh, .... sudah duapuluh ........ !"


Bandung, Medio Mei 2010 [Dari stok lama dalam arsip di kepala]




Posting Komentar

0 Komentar