Selain mengangkat topik tentang obat racikan, ternyata media nasional kita juga asyik meliput kejadian fenomenal Dukun Cilik bernama Ponari (10 tahun) dari Jombang. Bocah ajaib ini disebut-sebut "mampu" menyembuhkan berbagai penyakit hanya dengan menggunakan media air yang sebelumnya sudah dicelupi sepotong batu!
Berikut salahsatu berita yang diturunkan dari Jombang, Jawa Timur:
Jombang | Surya - Setelah sempat menutup praktik sementara sejak Kamis (5/2), dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh Ponari, 10, sudah harus melayani ribuan orang yang menyerbu di rumahnya, Minggu (8/2).
Ini berarti pembukaan kembali ini terjadi satu hari lebih awal dari rencana semula, yang baru akan buka praktik lagi mulai, Senin (9/2). Penghentian sementara karena dilakukan pavingisasi pada jalan-jalan seputar rumah Ponari. Kades Balongsari, Nila Nurcahyani membenarkan dibukanya kembali praktik Ponari. Menurutnya meskipun sudah diumumkan pengobatan libur empat hari, namun setiap hari selalu saja ada ribuan orang datang ke rumah Ponari. “Akhirnya panitia sepakat membuka lagi praktik Ponari hari ini,” kata Nila, Minggu (8/2).
Meskipun banyak pengunjung yang mengaku penyakitnya bisa disembuhkan oleh Ponari, bagi Dra Denok Wigati Msi, psikolog dari Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, cerita tentang 'kesaktian' Ponari itu hanyalah karena sugesti pasiennya. Menurut alumnus Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta ini, begitu muncul kabar 'kelebihan' Ponari, banyak masyarakat percaya. Denok beranggapan, orang yang datang ke tempat Ponari sudah tersugesti. Dalam perasaan mereka sudah tertanam kuat, mereka akan sembuh setelah meminum air yang sudah dicelup batu milik Ponari. “Mereka memang merasa sudah sembuh dari sakitnya, tapi boleh jadi dalam pandangan orang lain tetap saja sakit,” kata Pembantu Dekan I Fakultas Psikologi Undar ini. Sugestinya yang sudah demikian kuat, bisa menimbulkan sebuah hipnosis, dan hipnosis ini bisa membuat orang melakukan hal-hal di luar kendali dirinya. Padahal, hipnosis hanyalah 'memainkan' perasaan seseorang.
Apapun kata orang tentang Ponari, bagi H Rosyid, warga Desa Tenggur, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, bocah itu telah menyembuhkan penyakitnya. Laki-laki usia 67 tahun itu mengaku mendapat kemajuan pesat dengan kesembuhan penyakitnya setelah minum air putih yang dicelup batu ajaib milik Ponari. Rosyid yang mengaku lumpuh kedua kakinya akibat stroke selama sekitar 10 tahun, saat datang ke tempat Ponari harus digendong kerabatnya dari mobil, hingga lokasi pengobatan. “Tapi setelah minum air dari dukun cilik itu saya sudah bisa berjalan, meski masih harus dituntun,” kata Rosyid, tersenyum lebar.
'Kesaktian' Ponari juga diakui Djamil, tetangga Ponari. Pensiunan guru SD ini mengaku, anaknya, Luluk Jamilah, 35, yang sekitar 10 tahun mengalami gangguan jiwa, mulai sembuh setelah berobat ke Ponari, akhir Januari lalu. Sebelum diobati Ponari, depresi yang diderita Luluk sudah pada tingkat parah. Anak perempuannya itu tidak mau tidur di rumah, melainkan di belakang rumah. Itu sebabnya, Luluk dibuatkan gubuk kecil di belakang rumah Djamil. Luluk pun diantar ke rumah Ponari, dan diberi minum air putih setelah sebelumnya dicelupkan batu ajaib. Keesokan harinya, kata Djamil, Luluk bisa berkomunikasi, bahkan mengajak Djamil, jalan-jalan seputar rumahnya. Selain itu, Luluk juga sudah mau tinggal di rumah. “Kesembuhannya mencapai sekitar 50 persen,” kata Djamil. Itu sebabnya, Djamil masih memintakan air kepada Ponari untuk diminum Luluk.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Fenomena Dukun Ponari, Pasien Sembuh, Pakar Anggap Sugesti
Berikut salahsatu berita yang diturunkan dari Jombang, Jawa Timur:
Jombang | Surya - Setelah sempat menutup praktik sementara sejak Kamis (5/2), dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh Ponari, 10, sudah harus melayani ribuan orang yang menyerbu di rumahnya, Minggu (8/2).
Ini berarti pembukaan kembali ini terjadi satu hari lebih awal dari rencana semula, yang baru akan buka praktik lagi mulai, Senin (9/2). Penghentian sementara karena dilakukan pavingisasi pada jalan-jalan seputar rumah Ponari. Kades Balongsari, Nila Nurcahyani membenarkan dibukanya kembali praktik Ponari. Menurutnya meskipun sudah diumumkan pengobatan libur empat hari, namun setiap hari selalu saja ada ribuan orang datang ke rumah Ponari. “Akhirnya panitia sepakat membuka lagi praktik Ponari hari ini,” kata Nila, Minggu (8/2).
Meskipun banyak pengunjung yang mengaku penyakitnya bisa disembuhkan oleh Ponari, bagi Dra Denok Wigati Msi, psikolog dari Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, cerita tentang 'kesaktian' Ponari itu hanyalah karena sugesti pasiennya. Menurut alumnus Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta ini, begitu muncul kabar 'kelebihan' Ponari, banyak masyarakat percaya. Denok beranggapan, orang yang datang ke tempat Ponari sudah tersugesti. Dalam perasaan mereka sudah tertanam kuat, mereka akan sembuh setelah meminum air yang sudah dicelup batu milik Ponari. “Mereka memang merasa sudah sembuh dari sakitnya, tapi boleh jadi dalam pandangan orang lain tetap saja sakit,” kata Pembantu Dekan I Fakultas Psikologi Undar ini. Sugestinya yang sudah demikian kuat, bisa menimbulkan sebuah hipnosis, dan hipnosis ini bisa membuat orang melakukan hal-hal di luar kendali dirinya. Padahal, hipnosis hanyalah 'memainkan' perasaan seseorang.
Apapun kata orang tentang Ponari, bagi H Rosyid, warga Desa Tenggur, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, bocah itu telah menyembuhkan penyakitnya. Laki-laki usia 67 tahun itu mengaku mendapat kemajuan pesat dengan kesembuhan penyakitnya setelah minum air putih yang dicelup batu ajaib milik Ponari. Rosyid yang mengaku lumpuh kedua kakinya akibat stroke selama sekitar 10 tahun, saat datang ke tempat Ponari harus digendong kerabatnya dari mobil, hingga lokasi pengobatan. “Tapi setelah minum air dari dukun cilik itu saya sudah bisa berjalan, meski masih harus dituntun,” kata Rosyid, tersenyum lebar.
'Kesaktian' Ponari juga diakui Djamil, tetangga Ponari. Pensiunan guru SD ini mengaku, anaknya, Luluk Jamilah, 35, yang sekitar 10 tahun mengalami gangguan jiwa, mulai sembuh setelah berobat ke Ponari, akhir Januari lalu. Sebelum diobati Ponari, depresi yang diderita Luluk sudah pada tingkat parah. Anak perempuannya itu tidak mau tidur di rumah, melainkan di belakang rumah. Itu sebabnya, Luluk dibuatkan gubuk kecil di belakang rumah Djamil. Luluk pun diantar ke rumah Ponari, dan diberi minum air putih setelah sebelumnya dicelupkan batu ajaib. Keesokan harinya, kata Djamil, Luluk bisa berkomunikasi, bahkan mengajak Djamil, jalan-jalan seputar rumahnya. Selain itu, Luluk juga sudah mau tinggal di rumah. “Kesembuhannya mencapai sekitar 50 persen,” kata Djamil. Itu sebabnya, Djamil masih memintakan air kepada Ponari untuk diminum Luluk.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Fenomena Dukun Ponari, Pasien Sembuh, Pakar Anggap Sugesti
10 Komentar
Kenapa jadi inget Mpok Nori ya ?
BalasHapusYa sudah saya ungkap di dinding kamar Dr Bahar, kasus dukun cilik Ponari cermin masyarakat kita yang berpikir sederhana. Warisan mistis-magis bangsa kita menyisa pada generasi sekarang seakan kita masih hidup di zaman Mesir kuna. Miris benar kita ini. Sekolah juga belum mendidik anak-anak bersikap kritis dan skeptic untuk yang dianggap aneh.
BalasHapusItu sebab apa saja yang dianggap aneh dikaitkan dengan hal gaib. Kendati dokter tambah banyak praktik dukun tidak berkurang. Saya kira sekalipun praktik dukun Ponari sudah berhasil ditutup, selama masyarakat masih berpikir magis dan mistis, selama itu pula masyarakat lebih percaya dukun ketimbang dokter.
Saya ingin masyarakat kita lekas cerdas. Juga untuk memilih alamat berobatnya. Meski perdukunan punya domain tersendiri, namun agaknya zaman dukun sudah lama lewat. Untuk itu pikiran mitos harus ditukar dengan pikiran rasional. Selama masih terus berpikir irrasional, sukar menghapus perdukunan, dan praktik yang sukar dinalar dan masuk akal medik.
Pak Hans, masih ingat masa ketika seorang menteri, sekali lagi seorang menteri, agama (pula!) yang dengan "tidak malu-malu" melakukan penggalian di atas lembar situs sejarah di bilangan Bogor karena percaya pada "info ghaib" yang menyebutkan ada harta karun melimpah yang tersembunyi di dalamnya?
BalasHapusIni yang salah pak guru kita di sekolah-sekolah dasar, atau ..... bagaimana ya?
Ya saya ingat itu. Kalau level menteri saja masih berpikir sederhana, rakyat juga bakal terus kencing terbirit-birit....
BalasHapusFaktor negeri agraris? perhaps...
BalasHapusKita masih idup di jaman majapahit, kaleee?
BalasHapusSalut kepada orang tuanya yang dapat mencari celah pemasukan disaat susah ini
BalasHapusAku setuju sama Ameth, Mpok Nori lebih masuk akal, hihihi ..
BalasHapusBoleh saja krn pola fikir masyarakat yg masih sederhana dan percaya mistik, tp sbnrnya yg lBh tergambarkan pd kasus ponari adalah LEMAHNYA JAMINAN SISTEM KESEHATAN/JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA!
BalasHapusLihat saja kasus yang berusaha mendatangi tempat tersebut dan akhirnya menemui ajalnya-selain karena faktor desak2an (asfiksia) - terinjak - tapi tak terlepas dari beratnya penyakit yang di derita.
Dengan kasus/masalah kesehatan yang sedemikian berat suruh berobat ke puskesmas? obat yang ada cuma untuk PUsing Sakit KEpala Sama MASuk angin saja.
Pakai kartu miskin? Silahkan mari kita coba, agar dapat merasakan sendiri kwalitas layanan kesehatan yang akan kita peroleh.
Pasal negara ini masih miskin bukan menjadi apologi terhadap kekisruhan sistem kesehatan di indonesia, karena srilanka yang jauh lebih miskin dalam segala aspek masih bisa memberikan jaminan kesehatan yang jauh lebih baik kepada rakyatnya yg dibutuhkan adalah PERHATIAN PEMERINTAH SECARA TOTAL TERHADAP JAMINAN KESEHATAN/JAMINAN SOSIAL
Duh! Jika diurut-urut ke belakang, nampaknya pak guru kita di sekolah-sekolah dasar lagi yang bakal disalahkan. Banyak mantan murid beliau-beliau ini yang kebetulan sekarang menjadi petinggi negara terkesan sudah lupa pesan-pesan moral yang diajarkan lewat mata pelajaran BUDI PEKERTI di bangku sekolah dulu. Akibatnya, ya, beginilah!
BalasHapusDi satu sisi para cendekia berharap rakyat menjadi cerdas, kritis dan skeptis terhadap hal-hal di luar nalar seperti fenomena Ponari misalnya. Namun di sisi lain, bentuk-bentuk interaksi formal-non-formal dan prilaku kebanyakan (bukan semua) petinggi negara termasuk wakil mereka sendiri di parlemen dari waktu ke waktu terlihat semakin absurd, bahkan anomali!
Saya pikir, ini tidak melulu tentang percaya atau tidak percaya. Tapi lebih kepada bentuk upaya menolong diri sendiri karena sudah tidak bisa berharap banyak dari sistem kesehatan yang disediakan negara. Sistemnya sendiri tidak buruk, tapi bagaimana dengan implementasi, apalagi kualitas pelaksananya?