“Dulu modal saya untuk jadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu Rp 187 juta. Enam bulan pertama sudah BEP, break even point.”
Sembari makan siang di kantin, seorang anggota Dewan menceritakan pengalamannya secara blak-blakan kepada wartawan. Dia juga menceritakan bagaimana praktik-praktik politik uang yang terjadi di DPR yang tidak bisa diceritakan dalam tulisan ini.
Karena itu, dia termasuk yang tidak setuju dengan berbagai kebijakan anggaran di DPR yang arahnya terus menguras uang negara demi mempertebal ”kantong” anggota Dewan. Dia merasa berbagai fasilitas yang selama ini dia terima sudah lebih dari cukup.
Pemberian insentif legislasi Rp 1 juta ke semua anggota Dewan yang tidak terlibat dalam pembahasan setiap kali pengesahan rancangan undang-undang, menurut dia, salah satu kebijakan yang tidak tepat.
Dua tahun terakhir
Seorang anggota Dewan lain secara blak-blakan menunjukkan seluruh catatan penghasilan yang dia terima dari negara selama dua tahun terakhir. Dari catatan itu diketahui, penerimaan anggota DPR terbagi menjadi tiga kategori. Ada yang bersifat rutin bulanan, ada yang rutin nonbulanan, dan ada juga yang sesekali.
Yang sifatnya rutin bulanan adalah gaji paket Rp 15.510.00; bantuan listrik Rp 5.496.000; tunjangan aspirasi Rp 7,2 juta; tunjangan kehormatan Rp 3,15 juta; tunjangan komunikasi intensif Rp 12 juta; dan tunjangan pengawasan Rp 2,1 juta. Total berjumlah Rp 46,1 juta per bulan. Jadi, setahun mencapai lebih dari setengah miliar, Rp 554 juta. ”Pendapatan bulanan ini semua anggota DPR sama,” katanya.
Penerimaan nonbulanan banyak jenisnya, mulai dari penerimaan gaji ke-13 setiap Juni Rp 16,4 juta dan dana penyerapan aspirasi setiap masa reses Rp 31,5 juta. Dalam satu tahun sidang ada empat kali masa reses. Ada juga dana perjalanan dinas komisi, perjalanan dinas ke luar negeri, atau perjalanan dinas saat reses. Total keseluruhan dalam setahun sekitar Rp 188 juta.
Sementara itu, penghasilan yang sifatnya sewaktu-waktu adalah insentif pembahasan rancangan undang-undang dan honor melakukan uji kelayakan dan kepatutan yang besarnya Rp 5 juta per kegiatan.
Dengan adanya kebijakan baru berupa uang insentif legislasi Rp 1 juta per-RUU, semakin menambah lagi pemasukan anggota DPR. Uang insentif legislasi yang dia terima Rp 39,7 juta.
Apabila keseluruhan penerimaan negara itu dihitung, total uang yang diterima seorang anggota DPR dalam setahun hampir Rp 1 miliar. Sebagai anggota DPR yang tidak terlalu aktif saja, selama tahun 2006, dia menerima Rp 761,3 juta, sedangkan tahun 2007 Rp 787, 1 juta.
Anggota Dewan yang merangkap anggota badan selain komisi juga mendapat tunjangan khusus. Demikian pula anggota yang merangkap pimpinan alat kelengkapan, banyak melakukan studi banding ke luar negeri, memimpin panitia-panitia khusus pembahasan RUU, serta menjadi pimpinan fraksi, atau pimpinan DPR.
Dengan uang yang diberikan negara itu, dia yakin semua anggota DPR bisa menjadi profesional, independen, dan bersungguh-sungguh memperjuangkan aspirasi rakyat. Namun, kalau ditanya soal cukup, menurut dia, setiap orang akan memiliki pandangan yang berbeda.
”Ibarat minum air, ada yang merasa cukup, ada juga yang malah semakin haus,” ucapnya sambil tertawa.
Idealisme 550 anggota DPR yang duduk di Senayan memang beragam. Mereka tidak bisa begitu saja digeneralisasi. Terkait pemberian insentif legislasi Rp 1 juta saja, misalnya, ada fraksi yang menolak dan ada fraksi yang menerima dengan sejumlah alasan.
Anggota yang memiliki idealisme seperti tadi sesungguhnya tak hanya satu, dua. Namun, karena jumlahnya kalah banyak, suara mereka sering kali tertelan. Seorang anggota Dewan yang dulu bergelut di dunia akademisi dan sekarang terjun ke politik praktis malah mengaku sempat juga terkena getahnya. Saat dia ke kampus, rekannya menyesalkan dirinya terjun ke dunia politik praktis karena menjadi ikut ”kotor”.
[Sumber: KOMPAS]
0 Komentar