Ajaran Sang Guru


Satu hari Plato bertanya pada gurunya; "Wahai guru, apakah cinta itu, dan bagaimanakah saya bisa menemukannya? Gurunya menjawab; "Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah ke sana tetapi jangan mundur kembali. Lalu, ambillah satu ranting, dan bawa ke sini. Jika engkau menemukan ranting yang kau anggap paling menakjubkan, artinya engkau telah menemukan cinta."

Platopun pergi. Beberapa lama kemudian dia kembali, tapi tanpa membawa apapun di tangannya. Heran, gurunya bertanya; "Mengapa engkau tidak membawa satu rantingpun?" Plato menjawab, "Saya hanya boleh membawa satu ranting saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur tadi sebenarnya saya telah menemukan ranting yang paling menakjubkan. Tapi saya tidak tahu apakah mungkin masih ada yang lebih menakjubkan lagi jauh di depan sana, makanya tidak satu rantingpun yang saya ambil. Saat berjalan lebih jauh lagi, baru saya sadari bahwa ternyata ranting-ranting yang saya temukan kemudian tidaklah lebih bagus dari ranting-ranting sebelumnya. Jadi, akhirnya tidak satu rantingun yang saya dapatkan." Gurunya kemudian menjawab; "Sekarang, engkau mengerti? Seperti itulah cinta!"

Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya; "Wahai guruku, apakah perkawinan itu, dan bagaimana saya bisa menemukannya?" Gurunyapun menjawab; "Ada hutan yang subur di depan sana. Berjalanlah ke sana tapi jangan mundur atau menoleh kembali. Di sana engkau hanya boleh menebang satu batang pohon saja. Tebanglah jika engkau menemukan pohon yang paling tinggi. Karena, itu berarti engkau telah menemukan apa itu perkawinan."

Platopun lalu berjalan menuju arah yang ditunjukkan gurunya. Tidak lama kemudian dia kembali dengan membawa sebatang pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar atau subur dan tidak pula terlalu tinggi. Pohon yang biasa-biasa saja. Gurunya bertanya; "Mengapa engkau menebang pohon yang seperti ini?" Plato menjawab; "Belajar dari pengalaman sebelumnya, di mana setelah menjelajah hampir setengah hutan tapi ternyata saya kembali dengan tangan hampa, maka dalam perjalanan kali ini saya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk memperoleh apa yang bisa saya dapatkan. Jadi, ketika melihat pohon yang saya kira tidak terlalu buruk ini, saya putuskan untuk menebang dan membawanya ke sini." Gurunyapun kemudian menjawab; "Begitulah perkawinan!"



Posting Komentar

2 Komentar

  1. Mas, masa iya seh, Plato sedungu itu?
    Sepertinya Anda salah pilih nama deh!

    BalasHapus
  2. Weleh? Mungkin Anda ada benarnya, tapi ini cerita waktu Plato masih bocah. Jadi kalau diragukan keabsahannya, ya, sah-sah. saja. Tapi bukankah pesan moral di dalam cerita ini cukup cerdas?

    BalasHapus